Senin, 31 Mei 2010

BUKAN TANGGUL ANGIN TAPI TANGGUL LUMPUR

Tanggulangin (30/5/2010): nama daerah bisa muncul karena keadaan geografis daerah tersebut, artinya orang menyebut desa legok karena daerah tersebut memiliki kondisi geografis tanah yang cekung (legok, bhs. sunda red.). Nama pasir ipis juga diambil dari keadaan daerah tersebut karena berada pada sebuah bukit (pasir, bhs. sunda: red). Begitu juga dengan daerah Tanggulangin yang ada di Sidoarjo yang terkubur lumpur itu. Nah! ada apa dengan Tanggulangin? Menurut penduduk setempat sekarang bukan lagi tanggulangin tetapi berubah nama menjadi "Tanggul Lumpur"... bisa gitu ya? 

Di Tangguangin yang sekarang jadi Tanggul lumpur tersebut tersimpan cerita sedih yang sangat mendalam, tentunya bagi mereka yang kehilangan harta bendanya dan tidak mendapat ganti. Bagi mereka yang mendapat ganti rugi atau bahkan ganti untung menjadi cerita bahagia tersendiri. 


Tanggul lumpur yang sekarang menggunung yang tak tahu dari mana asalnya, bahkan ketika saya tanya pada supir yang mengantar kami ketempat pelatihan sepatu jawabnya singkat; justru itu saya juga heran dari gunung mana itu diambil, katanya. Yang jelas, tempat itu menjadi lahan subur bagi sebagian orang "preman" untuk memungut rupiah/tanda masuk (tanpa karcis). Setiap tangga naik tanggul lumpur dikuasai oleh 5 samapi 10 orang preman bahkan lebih. Untuk tangga yang ramai pengunjung/pendatang bisa dipungut sampai Rp. 5.000, sedangkan tangga naik yang sepi-sepi saja ya sekitar Rp. 3.000. Dan lebih disayangkan, cara mereka memumgut rupiah dari pengunjung sangat tidak bersahabat bahkan sedikit intimidasi. Liar!



 Di latar belakang sumber semburan lumpur Lapindo




 Pabrik rotan dan mebler yang tinggal bagian atapnya saja.